Senin, 26 Maret 2012

Jadi Dokter Tak Hanya untuk Orang Kaya Saja !

KOMPAS.com - Keterbatasan ekonomi bukan menjadi penghalang bagi seseorang untuk mendapatkan akses pendidikan dan mengejar mimpi setinggi-tingginya. Perempuan muda asal Bogor yang kini merantau di Bulukumba, Sulawesi Selatan, dr Dewi Sartika, S.Isip, membuktikan bagaimana ia berhasil mewujudkan mimpinya menjadi dokter meski berasal dari keluarga tak mampu.

"Ayah saya supir angkot, ibu menjual gorengan. Baru sekarang ini ayah saya bekerja sebagai supir taksi. Saya tidak pernah membayangkan bisa sekolah kedokteran. Banyak orang yang bilang tidak mungkin," tutur Dewi kepada sejumlah media, seusai acara temu anak asuh peringatan HUT ke-75 Plan Indonesia, di Semarang, Jawa Tengah, beberapa waktu lalu.

Menjadi dokter merupakan mimpi yang tertanam kuat dalam diri Dewi sejak belia. Sama seperti gadis kecil pada umumnya, ia tak pernah tahu bagaimana caranya menjadi dokter. Apalagi melihat kondisi orangtua yang bukan berasal dari kalangan berada.

Namun sejak duduk di sekolah dasar, perempuan kelahiran Bogor, 3 september 1987 ini menunjukkan kemauan kuat untuk belajar. Fokus utamanya adalah belajar, hak yang memang semestinya dimiliki setiap anak dari berbagai latar belakang.

Dewi terpilih sebagai salah satu sponsored children atau anak asuh yang difasilitasi organisasi nirlaba Plan Indonesia. Plan merupakan LSM internasional yang memiliki kegiatan pelatihan dan edukasi untuk anak-anak, didanai para sponsor individual berasal dari 18 negara donor.

"Saya menjadi SC selama 15 tahun, dari SD sampai SMA, mengikuti berbagai program pelatihan dan pengembangan diri Plan. Hingga akhirnya Plan mengakhiri programnya dan keluar dari Bogor," jelas Dewi.

Bagi Dewi, kesempatan belajar dan mendapatkan berbagai fasilitas dalam kelompok anak, membentuknya menjadi pribadi mandiri, berani berpendapat dan unjuk kemampuan, serta menumbuhkan kepercayaan diri.

Dewi pun tampil sebagai pribadi unggul, dan dipilih teman sebayanya untuk mewakili Bogor di temu anak nasional. Ia juga terpilih mewakili Indonesia di forum anak tingkat Asia Pasifik di Bangkok, Laos, Korea di tahun berbeda. Berbagai prestasi ini diraih Dewi sejak aktif mengikuti program pemberdayaan anak di kota kelahirannya.

"Wakil anak dipilih yang memenuhi kriteria, mungkin karena berani dan bisa berbahasa Inggris," tuturnya sederhana.

Menurut Dewi, banyak anak-anak kurang mampu yang memiliki potensi tapi tak berani unjuk kemampuan karena kurang percaya diri. Dukungan dari orangtua, teman, juga guru, sangat penting untuk membangun kepercayaan diri anak.

Beasiswa
Meski berasal dari keluarga tak mampu, Dewi mendapat dukungan penuh untuk belajar dari kedua orangtuanya juga guru. Saat SMP, katanya, motivasi dari guru menyemangatinya untuk terus fokus belajar. "Tak usah memikirkan uang, fokus kamu adalah belajar," kata Dewi menyontohkan ucapan sang guru.

Saat SMA, lagi-lagi Dewi mendapat dukungan gurunya. Saat banyak orang meragukan Dewi untuk bisa melanjutkan pendidikan sebagai mahasiswa kedokteran, justru guru wali kelas di SMA Dwiwarna, Parung, Bogor, memberinya motivasi. Ibu Latifah Farray, begitu Dewi memanggilnya.

"Ibu Latifah mencarikan beasiswa untuk saya. Ia menghubungi murid-muridnya yang sudah sukses untuk membantu mencarikan kesempatan kuliah untuk saya. Saya mengikuti seleksi beasiswa kuliah kedokteran di Universitas Diponegoro Semarang, dan berhasil lolos," jelasnya.

http://female.kompas.com/read/2012/03/27/09510825/Jadi.Dokter.Tak.Hanya.untuk.Orang.Berada.Bagian.I

Tidak ada komentar:

Posting Komentar