Dalam majalah tersebut diceritakan bagaimana ketaatan Dhana pada agama dan kesetiaan dia menjaga ibunya yang mengalami sakit ginjal pada 1995-2004. Dikatakan dalam majalah tersbeut, Dhana selalu setia menemani sang ibu yang dua kali dalam seminggu harus cuci darah.
Ibunda Dhana bernama Sundari ini divonis gagal ginjal pada Februari 2005. Saat ini Dhana masih duduk di tingkat dua STAN (Sekolah Tinggi Akuntansi Negara). Dhana harus terus berjuang merawat ibunya, sementara rasa dukanya selesai akibat kehilangan ayah pada 2 tahun sebelumnya.
Sebagai anak sulung dari dua bersaudara, Dhana sejak lulus SLTA harus menjadi kepala keluarga.
"Waktu pulang saya lihat orang ramai, ternyata Bapak meninggal. Sangat mendadak. Saya tidak siap, tapi harus siap. Sebenarnya juga tidak tabah. Apalagi dua tahun kemudian Ibu menderita sakit berat. Kalau bicara mental jatuh, ini jatuh yang kedua. Kok belum selesai musibah yang saya alami dua tahun belakangan ini," tutur Dhana dikutip dari majalah itu, Rabu (29/2/2012).
Saat itu, Dhana selalu yakin ibunya akan sembuh dan terus-menerus mencari penyembuhan baik medis maupun cara alternatif. Padahal saat itu dokter memvonis ibunya tak bisa disembuhkan.
"Shock, tapi tidak berpikir bahwa ini tidak bisa sembuh. Saat itu saya tidak menyadari. Dokter juga tidak bilang secara gamblang kalau tidak bisa sembuh. Tahun pertama belum merasa bahwa ini akan menjadi rutinitas. Saya anggap nanti akan ada akhir untuk sembuh," ujar Dhana.
Sejak 1995 hingga 2004, boleh dibilang semua pengobatan alternatif yang pernah dilihat di televisi pernah dicoba, ibunda Dhana tetap harus cuci darah. Dhana bahkan sampai mengorbankan kuliahnya jika harus menemani ibunya untuk berobat.
"Kuliah tidak masuk, saya tidak peduli. Saya lebih baik drop out daripada harus meninggalkan ibu saya. Itu yang saya yakini. Boleh dibilang saya tidak pernah belajar meski saat ujian. Bukan karena sombong, tapi memang tidak sempat. Saya sadar risikonya dan juga siap menanggungnya. Tidak pernah ada konflik batin ketika memutuskan itu. Prioritas saya untuk Ibu. Saya tidak pernah sedikitpun khawatir, bagaimana masa depan saya, bagaimana kalau tidak lulus atau drop out. Terserah deh, hidup saya mau dibawa ke mana. Saya ikut saja. Saya hanya berpikir bagaimana ibu bisa nyaman, bisa tertolong dari kondisi ini," jelasnya.
Selain itu, Dhana memutuskan tidak peduli masa depan asalkan ibunya bisa mendapatkan perawatan, obat dan segala yang terbaik, akhirnya bukan hanya mampu menyelesaikan sekolahnya hingga pasca sarjana, namun juga dalam kondisi yang sangat baik di pekerjaan maupun bisnis keluarga yang dikelolanya.
Pasca kuliah, Dhana secara tak terduga berhasil dalam menjalankan sebagian bisnisnya. Namun dia tetap menemani ibunya untuk cuci darah dalam rangka perawatan penyakitnya. Rekan bisnis Dhana banyak yang bersimpati dan mempermudah hubungan bisnisnya.
Keseriusan Dhana menyesuaikan aktivitasnya dengan kondisi ibunya tidak berarti ia tidak sempat ke mana-mana. Ke luar kota, bahkan ke luar negeri masih dilakukannya meski dengan berbagai persiapan ekstra. Jauh hari sebelum keberangkatan, ia berusaha maksimal agar kondisi ibunya prima selama hari-hari kepergiannya.
Kesetiaan Dhana pada ibunya bahkan digambarkan dengan kejadian saat ibunya terbaring sakit dan harus membuang air besar. Dhana rela menadahkan tangannya untuk menampung kotoran milik ibunya.
"Saya biasa lihat kotoran Ibu. Dari baunya segala macam, saya bisa tahu apa makanan yang dimakannya. Warnanya kalau begini gimana, kalau ada darahnya berarti ambien ibu sedang sedang kumat. Jadi, sekaligus memantau. Saya bilang ke pembantu, nggak apa-apa kamu jijik, itu memang bukan pekerjaan kamu, biar saya saja," ujarnya.
Dhana juga mendukung sepenuhnya, dan menyediakan sarana maksimal ketika Ibunya berniat kuliah di sebuah universitas Islam untuk memperdalam agama. Bahan menyediakan mobil dan sopir untuk antar jemput.
Menghabiskan belasan tahun mengabdi pada iIbu bukan berarti Dhana telah puas membahagiakan perempuan yang melahirkannya itu. Saat itu ia merasa masih ada keinginan ibu yang belum bisa dipenuhinya, yaitu mendapatkan cucu dari Dhana yang telah menikah namun belum dikaruniai momongan.
Seperti diketahui Dhana mulai bekerja di Ditjen Pajak pada tahun 1996. Karirnya berkembang terus. Pada 2011, berdasarkan Surat Keputusan (SK) Direktur Jenderal Pajak (Dirjen Pajak) Dhana Widyatmika menjabat sebagai Account Representative pada Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Enam.
Kemudian, berdasarkan keputusan Direktur Jenderal Pajak (Dirjen Pajak) nomor Kep-1439/PJ.01/UP.53/2011 yang dikeluarkan pada 12 Juli 2011, Dhana Widyatmika dipindahkan dari Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Enam ke Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak Besar Dua.
Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Humas Ditjen Pajak Dedi Rudaedi mengatakan Dhana tidak lagi menjadi PNS Ditjen Pajak sejak 12 Januari 2012. "DW sendiri sudah bukan pegawai kami (Ditjen Pajak), dia pindah ke Pemda DKI namun masih bekerja di bidang perpajakan yakni Dispenda DKI Jakarta," ujarnya.
http://finance.detik.com/read/2012/02/29/113836/1854356/4/?991104topnews
Tidak ada komentar:
Posting Komentar